Yang tersisa setelah Hutan Tiada

Voice of borneo | 22.27 | 0 komentar

Raungan buldozer dan arus truck logging masih terngiang ngiang dalam ingatan Pak Nenen , beliau adalah kepala dusun Remukoi salah satu perkampungan yang terletak didalam HPH PT.Alas Kusuma Groups. Janji perusahaan untuk memberikan kesejahteraan tak terbukti hingga perusahaan ini menghabiskan blok tebangannya di desa kami. Kegelisahan untuk menagih janji juga sudah terlambat dan kami merasa tertipu, demikian ungkapan Bapak yang sejak lahir di perhuluan sungai Jelundung ini.
Waktu perusahaan masih beroperasi kami bisa menumpang fasilitas mobil perusahaan untuk berbelanja kekecamatan, namun saat ini jalan yang dibangun sudah rusak dan nyaris tak ada lagi tumpangan.
Kawasan hutan yang menyediakan makanan bagi kami tinggal kenangan, untuk mendapatkan binatang buruan kami harus berjalan kaki seharian bahkan pulang dengan tangan hampa, pernah dijanjikan untuk dibangunkan sekolah , persawahan untuk produksi padi namun itu hanya janji belaka. Saat ini kami baru memulai lagi bagaimana bertahan hidup dengan kondisi kemiskinan.
sekilas ungkapan ini mendramatisir , namun demikianlah faktanya bahwa masyarakat disekitar hutan yang telah dieksploitasi kekayaan hutannya tidak mendapatkan keuntungan apapun bahkan ancaan kemiskinan semakin besar. Dusun Remukaoi merupakan dusun teralhir di perhuluan Sui Jelundung sub Das Melawi. Dalam informasi peta RKT dan kawasan HPH PT.Alas Kusuma, dusun ini berada dalam zona inti, kondisi ini cukup miris dan perlu intervensi untuk pemulihan skema ekonomi masyarakat.
Melalui survey singkat ini , aku mencoba memotret skema SLA (sustainable livelihood) yang cocok dan membuat rekomendasi intervensi menjawab Gap yang ada.
Selain melakukan diskusi potensi potensi yang dimiliki , tim juga melakukan survey tekhnis dilapangan, instrumen survey sosial ini akan digabungkan dengan pola keruangan sehingga kedepan diharapkan akan menjadikan model restorasi dan model pembangunan sumber penghidupan yang berkelanjutan.
Keinginan untuk maju dan sejajar dengan kemajuan masyarakat lain sangat diimpikan, sektor pendidikan jangan ditanya lagi, saat ini anak anak Dsusun tersebut harus berjalan kaki 1 jam untuk bisa bersekolah ke dusun lain. bisa dibayangkan begitu mahalnya dan rumitnya pendidikan bagi anak anak. Eneri untuk pergi dan pulang sekolah terkuras, walaupun demikian mereka tetap bersemangat dan menggenggam harapan untuk menjadi anak anak Indonesia.

Category:

Voice of Borneo:
Saya sangat menghargai komentar yang membangun dan bertanggungjawab

0 komentar