Degradasi Lahan Ancam Kedaulatan Pangan di Perbatasan
Pontianak | Mon 21 Dec 2009
KAWASAN perbatasan Indonesia-Malaysia di Kalimantan Barat (Kalbar) menghadapi sejumlah persoalan pangan. Hal itu terjadi akibat degradasi lahan dan penyempitan kawasan pertanian serta rusaknya agroekosistem bila dikaji dari sistem pangan yang diterapkan saat ini.
Hal itu dikemukakan Ketua Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) Kalbar, Lorentius menanggapi sejumlah persoalan yang menghantui warga negara Indonesia di tapal batas. “Ada penyempitan kawasan pertanian di sana, khususnya di Kabupaten Kapuas Hulu,” katanya di Pontianak Minggu (20/12).
Menurut Lorens, penyempitan lahan pertanian itu terjadi karena tidak ada kepastian peruntukan kawasan pertanian bagi masyarakat. Persoalan itu juga diperparah oleh ketersediaan lahan milik petani yang selalu terancam oleh konversi kawasan pertanian menjadi perkebunan dalam skala besar.
Padahal, kata Lorens, dalam praktiknya, karakteristik pertanian masyarakat perbatasan masih mengandalkan sistem gilir balik. Sistem ini memerlukan luas kawasan pertanian yang cukup besar untuk melakukan rotasi secara kontinu.
“Kita bisa lihat sekarang betapa lumbung-lumbung padi yang menjadi andalan petani kita sudah mulai menghilang. Saya kira ini sangat berbahaya, mengingat lumbung padi itu adalah simbol dari sistem ketahanan pangan petani dalam menghadapi musim paceklik,” jelas Lorens.
Lebih jauh ia mengatakan, selama ini pemerintah lebih banyak mengandalkan pemenuhan pangan bagi warga perbatasan melalui sistem distribusi. Ini juga dinilai sangat berisiko karena terkait dengan akses transportasi dan lain-lain.
Ia mengingatkan, hingga kini infrastruktur jalan yang menghubungkan Kota Pontianak dengan belahan timur Kalbar masih tambal sulam. Banyak truk ambles di jalan berlubang dan mengakibatkan kemacetan yang panjang. Rusaknya infrastruktur jalan itu sangat berpengaruh terhadap distribusi pangan.
Ditinjau dari kebijakan, jelas Lorens, upaya pemerintah untuk mendorong kedaulatan pangan rakyat masih sangat terbatas. “Jangkauan program peningkatan kapasitas petani, dan program pembangunan kawasan pertanian yang terpadu, masih sangat terbatas. Bahkan nyaris tidak ada. Saya kira itu dulu yang harus digalakkan,” tandasnya. Andi Fachrizal
Category:
0 komentar