Inisiatif Pengembangan Model Kerjasama NGO dengan Pemerintah Daerah.
Persoalan buruknya tata kelola kehutanan telah mengakibatkan persoalan mendasar baik pada level struktural maupun aspek tekhnis.
Praktek gagalnya pengelolaan kehutanan yang lestari selama ini selain berdampak terhadap penurunan nilai ekonomi hutan juga berdampak terhadap bergesernya cara pandang masyarakat terhadap hutan. Dalam tataran sosial masyarakat menganggap hutan bagian dari kehidupan sehingga upaya – upaya untuk pengelolaan hutan telah menjadi bagian dari budaya dan sistem penghidupan masyarakat khususnya masyarakat yang tinggal disekitar hutan.
Praktek pemanfaatan hutan yang tidak memperhatikan kelestarian dan peran serta masyarakat merupakan akibat dari tata kelola kehutanan yang buruk, ketidak percayaan pasar dan masyarakat.
Masalah pokok yang terjadi dalam pengelolaan hutan selama ini merupakan resultante pengelolaan hutan oleh negara, yang dijabarkan menjadi birokrasi, regulasi dan kebijakan pemerintah untuk mengarahkan perilaku dan aktor pembangunan kehutanan serta adanya keragaman tafsir pengurusan hutan oleh pemangku kepentingan, ketimpangan struktur dan proses, dimana kekuasaan, kewenangan, kerjasama dan konflik diartikulasikan untuk mengendalikan pengembilan keputusan dan penyelesaian keberatan mengenai alokasi sumber daya hutan dan penggunaannya melalui interaksi antar organisasi dan lembaga sosial baik pemerintah, non pemerintah, formal maupun informal menggambarkan lemahnya Tata kelola kehutanan di Indonesia
Berbagai kajian dari berbagai sumber , tata kelola kehutanan yang baik dicirikan adanya kelembagaan pegurusan hutan yang menggambarkan keseimbangan peran dan tanggungjawab antara pemerintah, dunia usaha dan masyarakat madani serta ditopang oleh kebijakan yang dapat dipertangung-gugatkan dan lembaga penegakan hukum yang dapat dipercaya.
Salah satu prinsip Tata kelola kehutanan yang baik adalah terbangunnya transparansi informasi kehutanan.
Data dan informasi terkait hutan dan kehutanan merupakan sumber data bagi para pemangku kekuasaan, sebagai salah satu bagian dari fungsinya sebagai pelayan publik untuk membuat suatu keputusan penting. Data dan informasi yang akurat juga di butuhkan oleh para pemangku kepentingan yang peduli terhadap masalah kehutanan dan lingkungan. Oleh karena itu sumber informasi yang akurat dan terkini merupakan sebuah keharusan dalam era keterbukaan informasi sehingga berdayaguna untuk para pemangku kepentingan.
Dalam literatur, istilah peran serta masyarakat biasa juga dikenal dengan istilah partisipasi masyarakat (public participation), dimana kedua istilah tersebut merujuk pada semua mekanisme baik individu maupun kelompok dalam mengkomunikasikan semua pandangannya terhadap isu-isu public
Strategi untuk membangun kerjasama Pemerintah dan NGOs
Kalimantan Barat memiliki kawasan hutan seluas 9.178.760 Ha atau 62,5% dari luas wilayah. Pemanfaatankawasan hutan yang kurang mengindahkan prinsip-prinsip kelestarian di masa
lalu telah mengakibatkan terjadinya degradasi dan deforestasi dengan laju yang cukup besar. Lahan kritis yang semakin luas tidak dapat diimbangi oleh upaya upaya rehabilitasi, sehingga banjir yang semakin sering terjadi akibat daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS) yang semakin rendah tidak dapat dihindarkan.
Upaya untuk mengatasi persoalan yang sedemikian kompleks di Kalimantan Barat tentunya tidak akan tuntas dilakukan oleh Pemerintah tanpa melibatkan pihak lainnya. Demikian juga sebaliknya bahwa inisiatif pengorganisasian dan upaya pembangunan kehutanan masyarakat yang dilakukan oleh NGOs tidak akan memiliki dampak yang luas tanpa pengakuan oleh Pemerintah
Pembangunan kehutanan yang partisipatif merupakan proses yang harus dibangun dan didorong untuk diterapkan baik dalam hal perencanaan, pengelolaan dan monitoring.
Parapihak yang terlibat dalam pengelolaan memiliki peran masing-masing,
Pemerintah selain sebagai pihak yang bertanggugjawab dalam kebijakan tata kelola juga berperan sebagai pihak yang selalu terbuka kepada semua pihak.
Persoalan utama masih ditemukannya kesenjangan antara Pemerintah dan NGOs disebabkan belum optimalnya komunikasi, elum adanya mekanisme kerjasama dan lain-lain.
Upaya membangun sinergistas dan relasi antara Pemerintah , NGOs dan pasar dimulai dari hal – hal yang unnormative misalnya melakukan diskusi dan kerja-kerja bersama melalui event atau kegiatan tertentu.
Namun upaya pendekatan formal juga dilakukan untuk memastikan komitmen dan membangun mekanisme baku terutama dalam isu transparansi kehutanan
Kajian tingkat Kepuasan public terhadap Tata kelola Kehutanan
Potret pendapat public melalui riset yang dilakukan bertujuan untuk penyediaan kondisi pemungkin untuk mewujudkan Good governance, utamanya:
1. kejelasan posisi pemerintah dalam Tata Kelola Kehutanan, kejelasan implementasi kepemerintahan sesuai legal framework desentralisasi kehutanan, tata hubungan kerja pusat-propinsikabupaten dan tata hak terkait sumberdaya hutan.
2. Penguatan kapasitas, kompetensi dan legitimasi institusi kehutanan melalui reorientasi pengurusan hutan agar secara nyata mendorong terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Dalam hal ini, beberapa program pelatihan dan pendampingan yang bertujuan untuk penguatkan kapasitas dan kompetensi Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota dalam mengadopsi prinsip-prinsip TKKB perlu dilakukan secara sistematis dengan intensitas memadai.
3. Penguatan masyarakat madani dalam implementasi TKKB, antara lain dengan mengembangkan inovasi kepemimpinan lokal tingkat desa/kabupaten.
Study ini penting untuk menentukan langkah langkah intervensi kerjasama parapihak dalam pembangunan kehutanan, selain itu untuk memilih thema – thema utama diskusi parapihak.
Terkait informasi kehutanan , pendirian Pusat informasi kehutanan di level kabupaten dan propinsi menjadi kebutuhan utama. Pusat informasi kehutanan dihaapkan menyediakan informasi kehutanan dan dapat diakses oleh semua pihak terutama masyarakat, pengusaha, LSM dan lain lain.
Memfasilitasi dialog sebagai bagian inisasi Kerjasama
Upaya dialog parapihak bertujuan untuk membangun komunikasi dan memetakan peluang-peluang kerjasama antar pemerintah dan NGOs.
Peran fasillitasi ini juga berdasarkan referensi dari assessment awal yang dilakukan di level propinsi dan kabupaten. Hasil dari seri dialog yang terbangun merupakan dokumen kerja yang dialamatkan kepada peserta forum dialog.
Pembentukan jaringan kerja antar Stakeholder
Salah satu output dari berbagai seri diskusi dan kegiatan yang telah dilaksanakan adalah terbangunnya jaringan kerja baik, Strategi membangun jaringan tersebut bertujuan untuk menindaklanjuti program-program yang telah disusun bersama, mengembangkan dampak dan sharing informasi dan penguatan kapasitas.
Peningkatan Kapasitas
Kapasitas dalam hal ini diartikan sebagai wawasan,pengetahuan dan keterampilan. Peningkatan kapasitas yang telah dilakukan melalui berbagai training baik yang bersifat khusus maupun umum telah diikuti oleh semua pihak.
Jenis kegiatan yang difasilitasi adalah penyelenggaraan training baik yang sifatnya topical maupun regular.
Intervensi melalui training ini bertujuan untuk peningkatan kapasitas para pihak terutama Pihak Pemerintah dan NGOs. Tindak lanjut dari penyelenggaraan training dimonitor dan difasilitasi hingga implementasi. Tindak lanjut kegiatan peningkatan kapasitas ini misalnya pembentukan task force atau kelompok kerja yang akan melakukan koordinasi dan upaya aksi dari materi training yang diberikan.
Serial diskusi kelompok kerja merupakan upaya mediasi sharing informasi dan pengetahuan yang dimilliki oleh parapihak.
Pendirian Pusat Informasi Kehutanan
Sebagai dasar hukum dalam menjalankan misi terciptanya transparansi, pada tingkat
nasional, adalah Surat pernyataan Menteri Kehutanan yang ditandatangani pada bulan February 2006, tentang Transparansi Penyelenggaraan Kehutanan,; telah dikeluarkan juga Undang Undang Nomor 14 Tahun 2008, mengenai Keterbukaan Informasi Publik. Di Kalimantan Barat sendiri telah ada payung hukum yang secara khusus mengatur tentang transparansi, yaitu: Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 4 Tahun 2005, tentang Transparansi Penyelenggaraan Pemerintahan Provinsi Kalimantan Barat.
Transparansi berarti terbukanya akses bagi semua pihak yang berkepentingan terhadap
informasi terkait, seperti berbagai peraturan dan perundang-undangan, serta kebijakan
pemerintah, dengan biaya yang minimal. Transparansi dibangun atas pijakan kebebasan arus informasi yang memadai dan tersedia untuk dipahami dan dapat dipantau. Transparansi akan mengurangi tingkat ketidakpastian dalam proses pengambilan keputusan dan implementasi kebijakan publik. Penyebarluasan berbagai informasi yang selama ini aksesnya hanya dimiliki pemerintah dapat memberikan kesempatan kepada berbagai komponen masyarakat untuk turut mengambil keputusan.
Oleh karenanya, informasi bukan sekedar tersedia, tetapi juga relevan dan bisa dipahami publik. Selain itu, transparansi dapat membantu untuk mempersempit peluang korupsi oleh pejabat publik karena terlihatnya (transparan) segala proses pengambilan keputusan oleh masyarakat luas.
Proses pembangunan Pusat Informasi ini melalui berbagai tahapan yakni :
• Sosialisasi gagasan
• Peningkatan kapasitas pengelola
• Penetapan Standard Operational Procedure (SOP) Untuk Pusat Informasi Kehutanan,
• Membangun institusi pengelola
• Konsultasi public dan sosialisasi informasi
SOP Merupakan pedoman penyelenggaraan Pusat informasi kehutanan yang tersedia bagi public .
Tantangan kedepan
Kelemahan mendasar dari sebuah inisiasi kerjasama antara Pemerintah dan NGOs adalah
• -belum teruji secara optimal komitmen dari parapihak yang terlibat dalam setiap kegiatan. Representasi personal belum bisa mencerminkan komitment institusi, atau sebaliknya komitmet yang sudah disusun dalam sebuah naskah kerjasama resmi belum tentu berjalan sebagaimana mestinya. Sebagai contoh : Pembentukan Satgas Ilegal logging. Kelompok ini memiliki kewenangan dan otoritas yag sangat jelas namun memiliki kesulitan dalam melaksanakan peranannya bahkan dianggap tidk ada keberadaannya.
• -Kapasitas yang terbatas, Personal/orang yang terlibat memiliki latar belakang yang berbeda dan
• Tidak ada program khusus yang dibangun untuk memperkut jaringan NGOs
• Keterbatasan dana
• Adquate independent monitoring, prasyarat ini harus memiliki idiologi, komitmen, keahlian yang dimiliki harus spesifik, management internal yang baik serta jaringan yang luas .
Category:
0 komentar