Kedaulatan Masyarakat Desa Atas Pangan
Ilustrasi, Sumber: http://www.spi.or.id/ |
Meskipun telah ada komitmen dan
program untuk mengurangi angka kelaparan, namun persoalan kelaparan masih
merupakan tantangan besar. Laporan FAO memperkirakan adanya 852 juta penduduk
dunia kekurangan pangan selama tahun 2000 - 2002. Sebagian besar penduduk
kelaparan itu tinggal di negara-negara sedang berkembang, yakni 815 juta orang.
Sekitar 75 persen dari mereka yang lapar adalah penduduk pedesaan. Laporan FAO
tahun 2005 bahkan mengungkap fakta tragis tentang kelaparan dan kurang gizi
yang membunuh hampir 6 juta anak-anak setiap tahunnya. Peta Kerawanan Pangan
Indonesia tahun 2005 menunjukkan adanya 100 kabupaten rawan pangan dari 265
kabupaten di Indonesia.
SUSENAS 2003 mencatat adanya
sekitar 5,1 juta (27,5%) anak balita yang kekurangan gizi. Departemen Kesehatan
mencatat adanya 2,5 juta (40,1%) ibu hamil dan 4 juta (26,4%) perempuan usia
subur yang menderita anemia.
Kenyataan yang menunjukkan bahwa
jumlah pendud
uk kelaparan justru dari tahun ke tahun, menuntut terobosan untuk mengatasai akar persoalan kelaparan. Pemerintah (PP) No. 68/2002 tentang Ketahanan Pangan telah menyatakan bahwa untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional harus bertumpu pada sumber daya pangan lokal dan menghindarkan ketergantungan pada pangan impor. Undang-Undang No.7, tahun 1996 tentang Pangan juga menyatakan bahwa pemerintah bersama masyarakat bertanggungjawab mewujudkan ketahanan pangan.
uk kelaparan justru dari tahun ke tahun, menuntut terobosan untuk mengatasai akar persoalan kelaparan. Pemerintah (PP) No. 68/2002 tentang Ketahanan Pangan telah menyatakan bahwa untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional harus bertumpu pada sumber daya pangan lokal dan menghindarkan ketergantungan pada pangan impor. Undang-Undang No.7, tahun 1996 tentang Pangan juga menyatakan bahwa pemerintah bersama masyarakat bertanggungjawab mewujudkan ketahanan pangan.
Pemerintah provinsi, kabupaten,
kota, dan desa mempunyai otonomi untuk melaksanakan kebijakan ketahanan pangan
di wilayahnya masing-masing.
Pembangunan sektor pangan
merupakan salah satu upaya pengentasan kemiskinan, pangan sebagai platform
utama indeks kesejahteraan tentunya berkorelasi langsung dengan indikator kemiskinan.
Persoalan dan Tantangan
·
Masih rendahnya produktivitas pertanian
Produktivitas dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni penerapan model
pertanian yang mengacu kepada percepatan produksi tanpa memperhatikan
keberlanjutan kesuburan lahan pertanian, rendahnya kemampuan daya dukung lahan
dan minimnya penerapan tekhnologi yang adaptif. Orientasi produktivitas dalam
konteks pertanian berkelanjutan adalah peningkatan produksi secara simultan
dengan perbaikan sistem agroekologi pertanian, dalam konteks ini bukan hanya mendorong
meningkatnya hasil pertanian saja tetapi juga mendorong perbaikan kualitas
lingkungan yang mendukung pertanian. Tantangan yang dihadapi juga bervarias
dari setiap variabel, secara sistematis penerapan pendekatan program pertanian
dipengaruhi oleh visi dan pemahaman pembangunan pertanian berkelanjutan.
Kegagalan revolusi hijau dalam menjawab persoalan pertanian merupakan fakta
bahwa diperlukan proses pengembangan pendekatan yang adaptif terutama dalam
memilih tekhnologi pertanian. Sifat sifat dasar pembangunan berkelanjutan
adalah (1)mempertahankan kesehatan dan kesuburan tanah secara permanen dengan
mengurangi ketergantungan input, (2)menciptakan ekosistem pertanian yang
seimbang sehingga resiko kegagalan panen karena persoalan hama, penyakit dan
kekeringan semakin kecil, (3)produk pertanian berkualitas, beragam, dan
harganya dapat bersaing serta dapat diproduksi dalam jumlah tertentu dan terus
menerus, (4)Pendapatan petani cukup tinggi sehingga menjadi sumber income
andalan, (5)Mampu menguasai, mengembangkan tekhnologi yang diperlukan baik
tekhnologi produksi, konservasi, dan teknologi pasca panen, (6) sumber daya
lahan yang dipergunakan harus lestari dan (7)adanya kepastian hukum atas lahan.
·
Pemilikan
Lahan yang semakin sempit
Luas lahan pertanian yang tersedia saat ini semakin berkurang diakibatkan
konversi lahan menjadi peruntukan lain seperti perkebunan kelapa sawit, pemukiman
dan lain sebagainya. Pertambahan kawasan produksi pangan tidak berimbang dengan
pertambahan penduduk. Kepemilikan lahan yang relatif kecil tanpa perbaikan
manajemen yang memungkinnya tercapainya skala usaha, mengakibatkan usaha tani
menjadi kurang menarik secara ekonomi karena tidak dapat memberikan jaminan
sebagai sumber pendapatan yang mampu memberikan penghidupan yang layak.
Tantangannya adalah menciptakan sistem pengelolaan lahan yang menjamin petani
memenuhi skala usaha yang efisien dan mennciptakan situasi kondusif agar
terjadi konsolidasi penguasaan dan penguasaan lahan oleh petani.
·
Transformasi
nilai kearifan dalam pertanian
Perkembangan waktu dan pengaruh interaksi dengan informasi luar selain
berdampak positif juga berdampak terjadinya transformasi nilai kearifan
terutama cara pandang dan praktek pertanian di masyarakat. Salah satunya adalah
nilai kebersamaan dan memandang pertanian sebagai bagian dari relasi sosial
melalui praktek pertukaran benih, penggunaan lahan, sistem lumbung pangan desa
misalnya penentuan kalender musim berdasarkan musayawarah desa (Nabo’ panyugu
dll).
Transfer pengetahuan dan nilai nilai kearifan ini mengalami penurunan
diakibatkan lemahnya pemahaman dan kebanggaan terhadap pengetahuan yang
dimiliki, adopsi tekhnologi yang tidak berbasis lokal cenderung mengakibatkan
terjadinya ketergantungan yang tinggi terhadap pengetahuan dan input luar.
Tantangannya adalah bagaimana merevitalisasi praktek kearifan lokal
tersebut dalam membangun ketahanan pangan dan kedaulatan pangan baik dalam
pengetahuan lokal (Indogeneous Knowledge) maupun kelembagaannya dalam
pendekatan program pertanian (Pemerintah).
Identifikasi praktek praktek terbaik (The best Management Practices) merupakan pendekatan yang ideal
untuk mendorong terjadinya kolaborasi pengetahuan sehingga berkembang menjadi
tekhnologi terapan yang tepat guna dan bersifat unggul
·
Persoalan
struktural
Persoalan struktural merupakan persoalan utama dalam pengembangan
pertanian, kewajiban Pemerintah dalam melindungi hak atas pangan dan memastikan
ketahanan pangan masih menjadi tanda tanya besar. Persoalan tersebut merupakan
indikator tata kelola pemerintahan yang masih belum baik, masih tingginya gap
sektoral dalam perencanaan pembangunan pertanian misalnya terkait tata ruang
dan perencanaan sarana pendukung pertanian, besarnya kehilangan biaya pada
penataan dan proses birokrasi daripada sektor layanan petani, lemahnya
kebijakan terkait harga dan pasar produk pertanian dan kebijakan anggaran serta
pelayanan petani.
·
Persoalan
Perubahan Iklim
Naiknya suhu permukaan bumi menyebabkan terjadinya kekacauan
pola musim, khususnya di Indonesia. Dimana cuaca yang tidak menentu membuat
para petani sulit dalam memperkirakan waktu untuk mengelola lahan dan memanen.
Akibat perubahan iklim (climate change) ini, Indonesia memiliki fenomena musim hujan cenderung lebih pendek. Di sisi lain, musim kemarau yang lebih panjang telah meningkatkan berbagai ancaman bencana bagi sektor pertanian.
Ancaman bencana yang paling sering menghantui para petani adalah hidrometeorologi (banjir, kekeringan dan angin puting beliung). Hal ini akan memiliki dampak serius terhadap lingkungan, produktivitas pertanian dan ketahanan pangan nasional.
Perubahan iklim menjadi ancaman serius bagi dunia pertanian. Petani masih sangat minim memahami proses adaptasi (penyesuaian) terhadap perubahan iklim yang berdampak sistematik bagi hasil pertanian
Akibat perubahan iklim (climate change) ini, Indonesia memiliki fenomena musim hujan cenderung lebih pendek. Di sisi lain, musim kemarau yang lebih panjang telah meningkatkan berbagai ancaman bencana bagi sektor pertanian.
Ancaman bencana yang paling sering menghantui para petani adalah hidrometeorologi (banjir, kekeringan dan angin puting beliung). Hal ini akan memiliki dampak serius terhadap lingkungan, produktivitas pertanian dan ketahanan pangan nasional.
Perubahan iklim menjadi ancaman serius bagi dunia pertanian. Petani masih sangat minim memahami proses adaptasi (penyesuaian) terhadap perubahan iklim yang berdampak sistematik bagi hasil pertanian
Kedaulatan Pangan Masyarakat
Desa
Menanggapi persoalan kelaparan
ratusan juta penduduk dunia dan gagalnya pendekatan ketahanan pangan,
organisasi petani internasional Via Campesina menawarkan pendekatan kedaulatan
pangan. Kedaulatan pangan merupakan konsep tandingan terhadap kebijakan pangan
neoliberal yang digunakan oleh sebagian besar negara di dunia. Kedaulatan
pangan dapat diartikan sebagai hak setiap orang, kelompok masyarakat dan negara
untuk mengakses dan mengontrol berbagai sumberdaya produktif serta dalam
menentukan sendiri kebijakan produksi, distribusi dan konsumsi pangannya sesuai
dengan kondisi ekologis, sosial, ekonomi dan budaya khas masing-masing.
Konsep kedaulatan pangan berbeda
ketahanan pangan yang tidak mempedulikan dari mana pangan diproduksi dan hak
rakyat atas sumberdaya produktif. Dalam konsep kedaulatan pangan, hak rakyat
tidak terbatas pada akses untuk memperoleh pangan tetapi juga hak untuk memproduksi
dan mendistribusikan pangan. Kedaulatan pangan mencakup : pengutamaan produksi
pertanian dalam rangka untuk menyediakan pangan bagi rakyat, akses petani kecil
dan petani tanpa tanah terhadap tanah, air, benih, dan kredit. Oleh karenanya
dibutuhkan reforma agraria, perlawanan terhadap tanaman transgenik, akses
terhadap benih, dan usaha untuk melindungi air sebagai barang publik agar dapat
didistribusikan secara berkelanjutan.
Upaya untuk mewujudkan kedaulatan
pangan antara lain dengan memperbarui sistem pangan komunitas yang merupakan
alternatif dan perlawanan terhadap menguatnya sistem pangan global. Pangan
sebagai HAM berarti harus berada dalam kendali rakyat agar pemenuhannya dapat
terjamin dan berkelanjutan. Mengembalikan pangan sebagai hak rakyat dapat
dilakukan dengan me-lokalisasi-kan pangan. Lokalisasi pangan berarti: Mengupayakan
sebisa mungkin agar semua kebutuhan pangan dapat diproduksi sendiri pada tingkat
lokal dan nasional. Dengan mengutamakan produksi dan distribusi pangan lokal
dan nasional, kita dapat berswasembada pangan, memberikan kesempatan pasar kita
berkembang sehingga dapat melindungi usaha para petani kecil dari kemungkinan
krisis, kita bebaskan usaha tani dari kepentingan yang berorientasi ekspor
perdagangan, memangkas biaya transportasi dan lingkungan yang tidak perlu, dan
kita dapat mengembangkan perekonomian pedesaan yang berkelanjutan.
Sistem pangan komunitas terdapat
atau berkembang dalam suatu wilayah yang relatif kecil seperti kampung, desa,
masyarakat adat, beberapa desa, kecamatan, kabupaten atau dalam suatu bio region.
Pengambilan keputusan secara demokratis adalah kata kunci dalam gerakan kedaulatan
pangan. Seluruh pihak yang menjadi bagian dari sistem pangan komunitas memiliki
hak dalam pengambilan keputusan yang akan berpengaruh terhadap ketersediaan,
biaya, harga, kualitas, dansifat pangan mereka.
Ada empat pilar yang
diperjuangkan oleh pembaruan sistem pangan masyarakat desa, yakni pembaruan
agraria atau penataan ulang sumber-sumber produksi pangan, pertanian berkelanjutan,
perdagangan lokal yang adil, dan pola konsumsi pangan lokal yang beragam.
Empat pilar kedaulatan pangan
tersebut adalah:
- Menata ulang sumber-sumber
produksi pangan. Tanah, hutan, air, benih, kredit, teknologi dan sebagainya
perlu ditata ulang pengelolaannya agar keluarga miskin dan kurang pangan dapat
mengelolanya secara lebih produktif dan berkelanjutan
- Mengembangan pertanian
berkelanjutan. Sumber produksi pangan dikelola untuk budidaya aneka tanaman
pangan menggunakan teknologi yang ramah lingkungan serta mengutamakan
penggunaan input lokal baik benih, pupuk maupuan bahan pengendali hama dan
penyakit tanaman serta dilakukan dengan padat karya;
- Pengembangan perdagangan lokal
yang adil. Produksi aneka tanaman pangan diutamakan untuk memenuhi kebutuhan
pangan keluarga sendiri dan komunitas desanya serta sisanya dijual kepada warga
desa lain atau warga di sekitar desa dengan cara lebih langsung dan adil antara
petani dengan konsumen;
- Penguatan pola konsumsi aneka
pangan lokal. Kesadaran warga komunitas dan konsumen terhadap produksi aneka
pangan lokal selain akan menjamin terpenuhinya kebutuhan makanan sehat dan
begizi juga membantu petani untuk mengembangkan usaha taninya dan
kesejahteraannya.
Upaya memperjuangkan pembaruan
empat pilar itu akan dapat terlaksana jika warga komunitas desa memiliki
organisasi yang kuat, yang melibatkan seluruh elemen desa : para petani, kaum
perempuan, pedagang, perangkat desa dan lainnya. Melalui organisasi yang kuat ini
mereka bersama bersama mengembangkan kebijakan dan program pertanian lokal yang
demokratis.
Category: artikel
0 komentar