Tambang dan Sawit Makin Masif

Voice of borneo | 17.57 | 0 komentar

Senin, 11 Januari 2010 | 03:49 WIB

Jakarta, Kompas - Makin masifnya pengembangan pertambangan dan kelapa sawit karena pemerintah berpandangan kedua kelompok usaha ini bisa menjamin keselamatan keuangan negara. Padahal, makin masifnya kegiatan pertambangan dan kelapa sawit mempercepat kehancuran kelapa sawit.



”Pada tahun 2009 kita lengah dengan adanya berbagai agenda politik seperti pemilihan legislator dan presiden. Pada kesempatan itulah, korporasi-korporasi besar berekspansi besar-besaran untuk usaha ekstraktif pertambangan dan perkebunan kelapa sawit,” kata Chalid Muhammad, mantan Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Indonesia (Walhi), Jumat (8/1), dalam peluncuran Environmental Outlook 2010 Walhi di Jakarta.

Menurut Chalid, para pengusaha makin leluasa mengembangkan usaha setelah ada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2008. PP itu mengatur jenis dan tarif penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari penggunaan kawasan hutan untuk pembangunan di luar kegiatan kehutanan.

Kebijakan tersebut, menurut Chalid, memungkinkan perusahaan leluasa mengeruk dengan murah hasil-hasil tambang, selanjutnya membawa keluar dari wilayah Indonesia.

”Indonesia telah disempurnakan derajatnya sebagai pelayan kepentingan negara-negara asal pengusaha ambisius dari Amerika Serikat, Australia, negara di Eropa, China, dan India,” ujar Chalid.

Di dalam buku Environmental Outlook 2010 disebutkan, luas keseluruhan area kontrak karya mineral dan batu bara telah mencapai 44 juta hektar atau 44 persen luas hutan Indonesia. Luas perkebunan sawit mencapai 26,7 juta hektar di 17 provinsi.

Hadir dalam kegiatan diskusi itu, putri bungsu almarhum Abdurrahman Wahid, Inayah Wulandari.

Kehadiran Inayah terkait prosesi penobatan Abdurrahman Wahid sebagai Pejuang Penyelamat Lingkungan oleh Walhi. Menurut Berry, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur menunjukkan komitmen pejuang penyelamatan lingkungan dari aktivitasnya, terutama periode 1980 hingga 1996, yang aktif dalam Gerakan Antinuklir.

Inayah mengatakan, ayahnya pernah mengemukakan, negara yang berdaulat tanpa memerhatikan isu lingkungan sama saja tidak berdaulat. (NAW)

Category:

Voice of Borneo:
Saya sangat menghargai komentar yang membangun dan bertanggungjawab

0 komentar