Memulai langkah bersama masyarakat melindungi Kawasan Muller Schwaner

Voice of borneo | 18.38 | 2 komentar


Keberangkatan kami ke desa Tanjung di Pegunungan Muller di sore hari membuat perasaan deg degan, betapa tidak ..yang terbayang perjalanan ini bakal berlanjut hingga malam, sepanjang jalan alunan lagu di mobil strada cukuplah sekedar mengusir kegalauan apalagi karena sang sopir pun ternyata baru pertama kali pergi kesana.
Perjalanan satu jam melalui jalur lintas selatan menuju kota Sintang dari Putussibau sudah sudah sampai di simpang Tanjung. Dari Simpang Tanjung kami masih harus menempuh dua jam perjalanan menuju ke desa . Perjalanan malam hari dengan Kondisi jalan yang masih berlubang dan melintasi perbukitan membuat adrenalin meningkat, suara burung malam dan sesekali terdengar menyambut malam membuat bulu kuduk bergidik juga hehehehehe..whatever lah.
Sampai di ujung desa kami sudah disambut oleh masyarakat dan dipandu menuju balai desa tempat kami akan menginap selama 3 malam nantinya. Keramahan dan sambutan kopi membuat suasana cepat akrab dan nyaris melupakan tantangan selama perjalanan dan menjelang tengah malam pun mata sudah mengantuk dan tertidur.
Dinginnya udara pagi membangunkanku untuk bergegas menikmati suasana pagi di desa, bergegas dengan kamera dan peralatan mandi sambil menyusuri perkampungan membawa kesan bahwa aku menyapa alam kampung. Dari jauh terdengan suara Owa-owa atau Kelempiau (Hylobates muelleri), adalah primata dari keluarga Ungko.
menurut para peneliti primata owa owa atau kelempiau tidak seperti keluarga ungka lainnya, Owa-owa tidak menunjukan dimorfisme dalam warna bulunya. Owa-owa memiliki bulu berwarna abu-abu atau coklat dengan bulu berwarna terang berbentuk cincin di bagian muka. Pada bagian kepala juga terdapat bulu berwarna gelap seperti topi. Owa-owa memiliki berat rata-rata 5,7 kg, sehingga merupakan ungka terkecil dalam keluarga ungka.
Owa-owa adalah hewan endemik pulau Kalimantan dengan habitat di bagian utara dan timur Kalimantan. Owa-owa adalah hewan yang beraktivitas pada siang hari dengan habitat pada hutan hujan. Karakteristik Owa-owa adalah memiliki lengan yang panjang untuk berayun dari pohon ke pohon. Owa-owa hidup dengan pasangan monogami dan melindungi keluarga dari serangan dengan suara keras dan panjang. Makanan dari Owa-owa adalah buah.
Ingatanku kembali duapuluh tahun yang lalu di kampungku binatang ini terakhir terdengar, saat hutan sudah dirusak dan ditebang binatang Owa owa ini pun sudah nyaris punah dan selalu menjadi incaran pemburu untuk diperdagangkan.
Jika masih ada owa owa maka kondisi tutupan hutan masih bagus dan memiliki daya tarik tersendiri. Ternyata bukan hanya diriku yang menikmati ini , saat mandi disungai kutanyakan kesalah satu masyarakat tentang keberadaan owa owa, menurut mereka rasa bangga dan sayang terhadap owa owa ini dimiliki oleh masyarakat di desa tanjung dan owa owa ini binatang yang lembut dan memiliki sifat yang tidak merusak.  Luar biasa ikatan yang sangat kuat dan mereka menganggap bahwa owa owa merupakan bagian dari sistim kehidupan mereka.
Dinginnya air sungai berbatu dan jernih membuatku merasa menemukan kembali surga yang hilang dan diantara bebatuan ikan ikan berenang dan terlihat dengan jelas, kesejukan sungai diantara tajuk kayu kayu besar di pinggir sungai seperti membentuk lorong yang indah dan tajuk tajuk itu memberikan gambaran betapa pentingnya kelestarian sungai dengan rivarian yang stabil. Pohon pohon ensurai dominan menjaga rivarian (tepian) sungai dan membuat keindahan tersendiri.
Hari pertama kegiatan kami membuka musyawarah warga dengan mengajak mereka membangun mimpi kedepan terkait pengelolaan sumber daya hutan yang mereka miliki, diawal acara masih terasa kegalauan didalam pikiran mereka, betapa tidak perasaan trauma ini bukan hanya terjadi saat ini ketika dimana mana ekspansi perkebunan, HPH dan pertambangan masif hingga mendekati wilayah pegunungan Muller schwner. Dalam kondisi tertekan oleh terbatasnya akses pembangunan mereka awalnya pesimis bahwa mereka memiliki kemampuan untuk mengelola sumber daya alam yang dimiliki. Berproses dengan membangun motivasi dan menunjukan beberapa bukti serta peluang pengelolaan kehutanan oleh masyarakat membuat mereka sadar bahwa akses ini harus direbut. Semangat untuk membangun dengan kemampuan sendiri dengan dukungan parapihak semakin membuat rencana yang realistis untu menapak lebih maju.
Pegunungan Muller, yang berada di perbatasan antara Kabupaten Murung Raya dengan Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat. Menjadi satu rangkaian dengan Pegunungan Schwaner, dua kawasan pegunungan ini berperan bagaikan menara airnya Pulau Kalimantan. Hulu lima sungai besar berada di kawasan ini, yakni Sungai Barito, Kahayan dan Katingan yang mengalir ke Kalimantan Tengah, Sungai Kapuas yang mengalir ke Kalimantan Barat, dan Sungai Mahakam yang mengalir ke Kalimantan Timur.
Keanekaragaman hayati di kawasan dua pegunungan ini juga relatif tinggi.
Tutupan hutan di kawasan Pegunungan Muller dan Pegunungan Schwaner masih bagus. Hutan di kawasan Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya (Pegunungan Schwaner) bersambungan dengan hutan di kawasan Pegunungan Muller. Ke arah timur menyambung dengan hutan di kawasan Cagar Alam Sapat Hawung, dan ke barat-laut bersambungan dengan hutan di kawasan Taman Nasional Betung Kerihun.

Hutan di kawasan perbukitan ini menyediakan sumber-sumber daya bagi kehidupan masyarakat pedalaman . Demikian pentingnya kawasan ini bagi biosfer dan penyangga kehidupan menjadi alasan untuk dilindungi dan dipertahankan. Langkah kecil ini akan berarti dan cerita bersama masyarakat pedalaman akan berseri dan berlanjut..semoga

Category: , ,

Voice of Borneo:
Saya sangat menghargai komentar yang membangun dan bertanggungjawab

2 komentar:

  1. Waaaa..catatannya keren Bang..Serasa ikut naik mobil malam2 di jalan berlubang dan mendengar suara-suara yg menggidikan bulu kuduk..Semoga masyarakat sana mendapatkan kembali kehidupan mereka bersama alamnya ya..

    BalasHapus
  2. semoga...datanglah kemari kita bisa memulai langkah kecil membangun peradaban dunia

    BalasHapus