Kedaulatan Masyarakat Desa Atas Pangan

Voice of borneo | 11.03 | 0 komentar


Ilustrasi, Sumber: http://www.spi.or.id/
Pangan merupakan kebutuhan pokok untuk kelangsungan hidup manusia, oleh karenanya pangan diakui sebagai hak asasi manusia. Pemenuhan hak asasi atas pangan dan gizi amat utama karena hak-hak asasi yang lain tidak mungkin bisa terjamin tanpa lebih dulu menjamin hak atas pangan dan gizi. Sejalan dengan itu, Undang-Undang (UU) No 7 tahun 1996 tentang Pangan dengan tegas menyatakan bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi "hak asasi" setiap rakyat Indonesia dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional.
Meskipun telah ada komitmen dan program untuk mengurangi angka kelaparan, namun persoalan kelaparan masih merupakan tantangan besar. Laporan FAO memperkirakan adanya 852 juta penduduk dunia kekurangan pangan selama tahun 2000 - 2002. Sebagian besar penduduk kelaparan itu tinggal di negara-negara sedang berkembang, yakni 815 juta orang. Sekitar 75 persen dari mereka yang lapar adalah penduduk pedesaan. Laporan FAO tahun 2005 bahkan mengungkap fakta tragis tentang kelaparan dan kurang gizi yang membunuh hampir 6 juta anak-anak setiap tahunnya. Peta Kerawanan Pangan Indonesia tahun 2005 menunjukkan adanya 100 kabupaten rawan pangan dari 265 kabupaten di Indonesia.
SUSENAS 2003 mencatat adanya sekitar 5,1 juta (27,5%) anak balita yang kekurangan gizi. Departemen Kesehatan mencatat adanya 2,5 juta (40,1%) ibu hamil dan 4 juta (26,4%) perempuan usia subur yang menderita anemia.
Kenyataan yang menunjukkan bahwa jumlah pendud
uk kelaparan justru dari tahun ke tahun, menuntut terobosan untuk mengatasai akar persoalan kelaparan. Pemerintah (PP) No. 68/2002 tentang Ketahanan Pangan telah menyatakan bahwa untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional harus bertumpu pada sumber daya pangan lokal dan menghindarkan ketergantungan pada pangan impor. Undang-Undang No.7, tahun 1996 tentang Pangan juga menyatakan bahwa pemerintah bersama masyarakat bertanggungjawab mewujudkan ketahanan pangan.
Pemerintah provinsi, kabupaten, kota, dan desa mempunyai otonomi untuk melaksanakan kebijakan ketahanan pangan di wilayahnya masing-masing.
Pembangunan sektor pangan merupakan salah satu upaya pengentasan kemiskinan, pangan sebagai platform utama indeks kesejahteraan tentunya berkorelasi langsung dengan indikator kemiskinan.


Persoalan dan Tantangan
·         Masih rendahnya produktivitas pertanian
Produktivitas dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni penerapan model pertanian yang mengacu kepada percepatan produksi tanpa memperhatikan keberlanjutan kesuburan lahan pertanian, rendahnya kemampuan daya dukung lahan dan minimnya penerapan tekhnologi yang adaptif. Orientasi produktivitas dalam konteks pertanian berkelanjutan adalah peningkatan produksi secara simultan dengan perbaikan sistem agroekologi pertanian, dalam konteks ini bukan hanya mendorong meningkatnya hasil pertanian saja tetapi juga mendorong perbaikan kualitas lingkungan yang mendukung pertanian. Tantangan yang dihadapi juga bervarias dari setiap variabel, secara sistematis penerapan pendekatan program pertanian dipengaruhi oleh visi dan pemahaman pembangunan pertanian berkelanjutan. Kegagalan revolusi hijau dalam menjawab persoalan pertanian merupakan fakta bahwa diperlukan proses pengembangan pendekatan yang adaptif terutama dalam memilih tekhnologi pertanian. Sifat sifat dasar pembangunan berkelanjutan adalah (1)mempertahankan kesehatan dan kesuburan tanah secara permanen dengan mengurangi ketergantungan input, (2)menciptakan ekosistem pertanian yang seimbang sehingga resiko kegagalan panen karena persoalan hama, penyakit dan kekeringan semakin kecil, (3)produk pertanian berkualitas, beragam, dan harganya dapat bersaing serta dapat diproduksi dalam jumlah tertentu dan terus menerus, (4)Pendapatan petani cukup tinggi sehingga menjadi sumber income andalan, (5)Mampu menguasai, mengembangkan tekhnologi yang diperlukan baik tekhnologi produksi, konservasi, dan teknologi pasca panen, (6) sumber daya lahan yang dipergunakan harus lestari dan (7)adanya kepastian hukum atas lahan.
·         Pemilikan Lahan yang semakin sempit
Luas lahan pertanian yang tersedia saat ini semakin berkurang diakibatkan konversi lahan menjadi peruntukan lain seperti perkebunan kelapa sawit, pemukiman dan lain sebagainya. Pertambahan kawasan produksi pangan tidak berimbang dengan pertambahan penduduk. Kepemilikan lahan yang relatif kecil tanpa perbaikan manajemen yang memungkinnya tercapainya skala usaha, mengakibatkan usaha tani menjadi kurang menarik secara ekonomi karena tidak dapat memberikan jaminan sebagai sumber pendapatan yang mampu memberikan penghidupan yang layak. Tantangannya adalah menciptakan sistem pengelolaan lahan yang menjamin petani memenuhi skala usaha yang efisien dan mennciptakan situasi kondusif agar terjadi konsolidasi penguasaan dan penguasaan lahan oleh petani.
·         Transformasi nilai kearifan dalam pertanian
Perkembangan waktu dan pengaruh interaksi dengan informasi luar selain berdampak positif juga berdampak terjadinya transformasi nilai kearifan terutama cara pandang dan praktek pertanian di masyarakat. Salah satunya adalah nilai kebersamaan dan memandang pertanian sebagai bagian dari relasi sosial melalui praktek pertukaran benih, penggunaan lahan, sistem lumbung pangan desa misalnya penentuan kalender musim berdasarkan musayawarah desa (Nabo’ panyugu dll).
Transfer pengetahuan dan nilai nilai kearifan ini mengalami penurunan diakibatkan lemahnya pemahaman dan kebanggaan terhadap pengetahuan yang dimiliki, adopsi tekhnologi yang tidak berbasis lokal cenderung mengakibatkan terjadinya ketergantungan yang tinggi terhadap pengetahuan dan input luar.
Tantangannya adalah bagaimana merevitalisasi praktek kearifan lokal tersebut dalam membangun ketahanan pangan dan kedaulatan pangan baik dalam pengetahuan lokal (Indogeneous Knowledge) maupun kelembagaannya dalam pendekatan program pertanian (Pemerintah).
Identifikasi praktek praktek terbaik (The best Management Practices) merupakan pendekatan yang ideal untuk mendorong terjadinya kolaborasi pengetahuan sehingga berkembang menjadi tekhnologi terapan yang tepat guna dan bersifat unggul
·         Persoalan struktural
Persoalan struktural merupakan persoalan utama dalam pengembangan pertanian, kewajiban Pemerintah dalam melindungi hak atas pangan dan memastikan ketahanan pangan masih menjadi tanda tanya besar. Persoalan tersebut merupakan indikator tata kelola pemerintahan yang masih belum baik, masih tingginya gap sektoral dalam perencanaan pembangunan pertanian misalnya terkait tata ruang dan perencanaan sarana pendukung pertanian, besarnya kehilangan biaya pada penataan dan proses birokrasi daripada sektor layanan petani, lemahnya kebijakan terkait harga dan pasar produk pertanian dan kebijakan anggaran serta pelayanan petani.
·         Persoalan Perubahan Iklim
Naiknya suhu permukaan bumi menyebabkan terjadinya kekacauan pola musim, khususnya di Indonesia. Dimana cuaca yang tidak menentu membuat para petani sulit dalam memperkirakan waktu untuk mengelola lahan dan memanen.

Akibat perubahan iklim (climate change) ini, Indonesia memiliki fenomena musim hujan cenderung lebih pendek. Di sisi lain, musim kemarau yang lebih panjang telah meningkatkan berbagai ancaman bencana bagi sektor pertanian.
Ancaman bencana yang paling sering menghantui para petani adalah hidrometeorologi (banjir,  kekeringan dan angin puting beliung). Hal ini akan memiliki dampak serius terhadap lingkungan, produktivitas pertanian dan ketahanan pangan nasional.
Perubahan iklim menjadi ancaman serius bagi dunia pertanian. Petani masih sangat minim memahami proses adaptasi (penyesuaian) terhadap perubahan iklim yang berdampak sistematik bagi hasil pertanian
Kedaulatan Pangan Masyarakat Desa
Menanggapi persoalan kelaparan ratusan juta penduduk dunia dan gagalnya pendekatan ketahanan pangan, organisasi petani internasional Via Campesina menawarkan pendekatan kedaulatan pangan. Kedaulatan pangan merupakan konsep tandingan terhadap kebijakan pangan neoliberal yang digunakan oleh sebagian besar negara di dunia. Kedaulatan pangan dapat diartikan sebagai hak setiap orang, kelompok masyarakat dan negara untuk mengakses dan mengontrol berbagai sumberdaya produktif serta dalam menentukan sendiri kebijakan produksi, distribusi dan konsumsi pangannya sesuai dengan kondisi ekologis, sosial, ekonomi dan budaya khas masing-masing.
Konsep kedaulatan pangan berbeda ketahanan pangan yang tidak mempedulikan dari mana pangan diproduksi dan hak rakyat atas sumberdaya produktif. Dalam konsep kedaulatan pangan, hak rakyat tidak terbatas pada akses untuk memperoleh pangan tetapi juga hak untuk memproduksi dan mendistribusikan pangan. Kedaulatan pangan mencakup : pengutamaan produksi pertanian dalam rangka untuk menyediakan pangan bagi rakyat, akses petani kecil dan petani tanpa tanah terhadap tanah, air, benih, dan kredit. Oleh karenanya dibutuhkan reforma agraria, perlawanan terhadap tanaman transgenik, akses terhadap benih, dan usaha untuk melindungi air sebagai barang publik agar dapat didistribusikan secara berkelanjutan.
Upaya untuk mewujudkan kedaulatan pangan antara lain dengan memperbarui sistem pangan komunitas yang merupakan alternatif dan perlawanan terhadap menguatnya sistem pangan global. Pangan sebagai HAM berarti harus berada dalam kendali rakyat agar pemenuhannya dapat terjamin dan berkelanjutan. Mengembalikan pangan sebagai hak rakyat dapat dilakukan dengan me-lokalisasi-kan pangan. Lokalisasi pangan berarti: Mengupayakan sebisa mungkin agar semua kebutuhan pangan dapat diproduksi sendiri pada tingkat lokal dan nasional. Dengan mengutamakan produksi dan distribusi pangan lokal dan nasional, kita dapat berswasembada pangan, memberikan kesempatan pasar kita berkembang sehingga dapat melindungi usaha para petani kecil dari kemungkinan krisis, kita bebaskan usaha tani dari kepentingan yang berorientasi ekspor perdagangan, memangkas biaya transportasi dan lingkungan yang tidak perlu, dan kita dapat mengembangkan perekonomian pedesaan yang berkelanjutan.
Sistem pangan komunitas terdapat atau berkembang dalam suatu wilayah yang relatif kecil seperti kampung, desa, masyarakat adat, beberapa desa, kecamatan, kabupaten atau dalam suatu bio region. Pengambilan keputusan secara demokratis adalah kata kunci dalam gerakan kedaulatan pangan. Seluruh pihak yang menjadi bagian dari sistem pangan komunitas memiliki hak dalam pengambilan keputusan yang akan berpengaruh terhadap ketersediaan, biaya, harga, kualitas, dansifat pangan mereka.
Ada empat pilar yang diperjuangkan oleh pembaruan sistem pangan masyarakat desa, yakni pembaruan agraria atau penataan ulang sumber-sumber produksi pangan, pertanian berkelanjutan, perdagangan lokal yang adil, dan pola konsumsi pangan lokal yang beragam.
Empat pilar kedaulatan pangan tersebut adalah:
- Menata ulang sumber-sumber produksi pangan. Tanah, hutan, air, benih, kredit, teknologi dan sebagainya perlu ditata ulang pengelolaannya agar keluarga miskin dan kurang pangan dapat mengelolanya secara lebih produktif dan berkelanjutan
- Mengembangan pertanian berkelanjutan. Sumber produksi pangan dikelola untuk budidaya aneka tanaman pangan menggunakan teknologi yang ramah lingkungan serta mengutamakan penggunaan input lokal baik benih, pupuk maupuan bahan pengendali hama dan penyakit tanaman serta dilakukan dengan padat karya;
- Pengembangan perdagangan lokal yang adil. Produksi aneka tanaman pangan diutamakan untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga sendiri dan komunitas desanya serta sisanya dijual kepada warga desa lain atau warga di sekitar desa dengan cara lebih langsung dan adil antara petani dengan konsumen;
- Penguatan pola konsumsi aneka pangan lokal. Kesadaran warga komunitas dan konsumen terhadap produksi aneka pangan lokal selain akan menjamin terpenuhinya kebutuhan makanan sehat dan begizi juga membantu petani untuk mengembangkan usaha taninya dan kesejahteraannya.
Upaya memperjuangkan pembaruan empat pilar itu akan dapat terlaksana jika warga komunitas desa memiliki organisasi yang kuat, yang melibatkan seluruh elemen desa : para petani, kaum perempuan, pedagang, perangkat desa dan lainnya. Melalui organisasi yang kuat ini mereka bersama bersama mengembangkan kebijakan dan program pertanian lokal yang demokratis.

Category:

Voice of Borneo:
Saya sangat menghargai komentar yang membangun dan bertanggungjawab

0 komentar