Karet ku Sayang Karetku Malang

Voice of borneo | 21.08 | 0 komentar

Hampir 70% karet alam dunia dihasilkan di Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Namun, dalam beberapa bulan ini harga karet turun drastis. Hal ini membuat para petani, khususnya di Kepulauan Bangka Belitung, menjerit. Betapa tidak, dibanding pada akhir 2013, harga karet mampu mencapai Rp.8.000 per Kg, tetapi saat ini hanya mampu menembus Rp6500 per Kg.
Senada itu juga dirilis bahwa Harga karet di bursa berjangka karet Singapura (TSR20) terus tertekan dalam beberapa bulan terakhir. Tak tanggung-tanggung, pada perdagangan Senin (21/4) siang, harga karet terjun bebas ke level US$1,66 per kg, turun sekira 11,5 sen Amerika dari posisi penutupan perdagangan 16 April yang menyentuh angka US$1,8 per kg.
Ternyata komoditi ini sangat rentan terhadap pengaruh pasar modal, apakah ini gejala dari liberalisasi perdagangan pada masa perdagangan bebas? atau ada sentimen persaingan yang tidak sehat sehingga perdagangan menjadi unfair?
Bila melihat fakta demikian maka dipastikan dampak bagi petani  sangat luar biasa dan perekonomian mereka drastis anjlok. Di Kalimantan Barat sekitar 70% sumber ekonomi masyarakat di perdesaan dari kebun karet , perkembangan dan pembangunan kebun karet diawali sejak jaman kolonial Belanda di Indonesia.
Harga karet anjlok berakibat menurunnya daya beli masyarakat di sektor perdesaan bahkan banyak petani yang beralih ke sektor lain seperti menjadi buruh di perkebunan kelapa sawit didesa sekitarnya. Pola pengelolaan kebun karet di Kalimantan Barat mengarah ke sistem agroforestry dimana karet dikombinasikan dengan berbagai jenis tanaman seperti gaharu, tengkawang, durian dan berbagai jenis tanaman hutan lainnya. Model ini mengarah kebun hutan, segalanya tersedia dan memiliki kekayaan dan keanekaragaman hayati yang cukup tinggi.

Pengelolaan Karet sebagai Bentuk Klaim atas Lahan
Ternyata berkebun karet bukan sekedar bertujuan untuk mendapatkan keuntungan ekonomi saja tetapi juga menjadi simbol pengelolaan dan kepemilikan lahan bagi masyarakat di Kalimantan Barat, Keberadaan kebun karet rakyat ini tidak hanya diwilayah permukiman saja tetapi juga dikawasan bekas perladangan mereka, jika ditelisik model ini merupakan upaya restorasi kawasan dengan pola agroforestry.
Bukti kepemilikan lahan pada umumnya belum menggunakan dokumen tertulis apalagi sertifikat hak milik, kepemilikan dibuktikan dengan bukti tanaman atau sejenisnya yang pernah ditanam dan masih dikelola oleh rumah tangga petani.

foto by Ilahang...Prosesing karet rakyat

Hal ini masih sering menjadi sumber konflik di Kalimantan Barat terutama ketika Pemerintah telah memberikan ijin konsesi kepada perusahaan perkebunan, HPH, HTI atau pertambangan.
Wahana Lingkungan Hidup Kalimantan Barat mencatat ada 88 kasus di provinsi itu pada sepanjang 2011, yang menunjukkan konflik perkebunan kelapa sawit dan masyarakat. “Kasus ini sekaligus mengindikasikan potensi kerugian atau bencana dari kebijakan pembangunan perkebunan sawit,” selama tiga tahun sejak 2008, konflik antara investor pengembangan perkebunan sawit dan masyarakat mencapai 280 kasus. Dari ratusan kasus itu, ada 20 kasus kriminalisasi masyarakat oleh pihak perkebunan sawit. Angka tersebut terus meningkat seiring masifnya pemberian izin ekspansi sawit.

Fakta tersebut membuktikan bahwa harus ada mekanisme pengakuan dan mendorong produktivitas melalui keterlibatan masyarakat didalam pembangunan, mereka tidak boleh dijadikan penonton. Peluang untuk membuka kran income melalui potensi sumber daya yang dimiliki menjadi kata kunci bagi pemegang kebijakan.
Terakhir ini Pemerintah Daerah juga mengakui bahwa perkembangan pembangunan kelapa sawit tidak berdampak signifikan terhadap peningkatan pendapatan daerah melalui pajak, fakta ini membuat kita berpikir bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi dan saat ini harus diakui bahwa kepemilikan saham perkebunan sudah dikuasai pengusaha asing, dampak Keleluasaan pemodal asing untuk menguasai lahan dalam jangka panjang tidak pernah dipikirkan atau memang sengaja digadaikan negeri ini? Ijin Hak guna Usaha sbisa diperpanjang sampai lebih dari seratus tahun...kereeeen penjajahan terulang lagi dan petani hanya menjadi buruh ditanah mereka sendiri.
Lalu apa hubungannya dengan anjloknya harga karet?
Ini menarik, ketika ekspansi lahan oleh perusahaan tidak semulus ijin yang dikeluarkan karena masyarakat pemilik dan pengelola lahan menolak untuk dibebaskan lahannya, terutama kebun kebun karet rakyat. Janji manis komoditi lainnya dijadikan propaganda dan akhirnya membuat masyarakat tergiur untuk menyerahkan lahannya kepada perusahaan. Bentuk propaganda tidak sebatas itu saja, tidak segan segan pihak perusahaan melakukan intimidasi dengan bungkusan skema kemitraan bahkan kehadiran aparat keamanan pada saat sosialisasi dan penggusuran lahan.
Saat ini sudah banyak kebun karet potensial yang beralih komoditi menjadi hamparan kebun kelapa sawit.
Salah satu penyebab peralihan ini karena kondisi terpaksa dan nyaris tidak ada pilihan untuk bertahan hidup.

Kembali pada konteks harga karet , hal yang menarik juga adalah modus penentuan harga adalah dengan membiarkan petani memproduksi karet dengan mutu jelek. Ketentuan tentang standart pembelian mutu karet bersih hanya menjadi pajangan saja. Pabrik sudah untung dari tekhnologi pengolahan walaupun kualitas yang diterima rendah daripada mereka membeli karet berkualitas.
Petani sengaja dibingungkan dengan kenyataan pasar dimana harga karet yang diproduksi dengan kualitas rendah nyaris sama dengan harga kualitas tinggi. harga dan model perdagangan karet yang diterapkan oleh pedagang pengumpul ditingkat kampung hingga pabrik membuat harga semakin anjlok, padahal sentra informasi harga karet sudah bisa diakses secara online melalui SMS dengan mengetik Karet Harga dan dikirim ke 99250 hanya menjadi pemanis saja dan tentunya petani akan terbelalak ..oh ternyata harga di pabrik masih tinggi.

Inovasi Tekhnologi dan standart Mutu sebagai solusi produktivitas dan Harga karet
 Saat survey dibeberapa kebun masyarakat di pedalaman Kalimantan Barat, kami menyimpulkan bahwa produktivitas karet alam masih bisa ditingkatkan dengan melakukan sedikit saja inovasi tekhnologi, misalnya inovasi tekhnik pemanenan batang sadap, Tekhnik penyimpanan, Tekhnik pembekuan dan pemupukan.
Menurut predikdi akhli Karet yakni Ibu Ilahang, kenaikan produksi bisa mencapai 30% dari produksi awal hanya melakukan perbaikan tekhnik sadap. jika ditambah dengan inovasi stimulan dan penerapan waktu panen maka akan meningkat 20% lagi..luar biasa walaupun harga karet anjlok sampai Rp.5000, namun juka produksi bisa dinaikan dari 10 kg ke 15 - 20 kg maka pendapatan petani tetap tinggi yakni sekitar Rp. 100.000/hari.
Foto Karet , courtesy : Ilahang


Category:

Voice of Borneo:
Saya sangat menghargai komentar yang membangun dan bertanggungjawab

0 komentar